Dalam berbagai wacana selalu terungkap bahwa telah menjadi kesepakatan
bangsa adanya empat pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi negara-bangsa Indonesia. Bahkan beberapa partai politik dan
organisasi kemasyarakatan telah bersepakat dan bertekad untuk berpegang
teguh serta mempertahankan empat pilar kehidupan bangsa tersebut. Empat
pilar dimaksud dimanfaatkan sebagai landasan perjuangan dalam menyusun
program kerja dan dalam melaksanakan kegiatannya. Hal ini diungkapkan
lagi oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, pada kesempatan
berbuka puasa dengan para pejuang kemerdekaan pada tanggal 13 Agustus
2010 di istana Negara.
Empat pilar tersebut adalah (1)
Pancasila, (2) Undang-Undang Dasar 1945, (3) Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan (4) Bhinneka Tunggal Ika. Meskipun hal ini telah menjadi
kesepakatan bersama, atau tepatnya sebagian besar rakyat Indonesia,
masih ada yang beranggapan bahwa empat pilar tersebut adalah sekedar
berupa slogan-slogan, sekedar suatu ungkapan indah, yang kurang atau
tidak bermakna dalam menghadapi era globalisasi. Bahkan ada yang
beranggapan bahwa empat pilar tersebut sekedar sebagai jargon politik.
Yang diperlukan adalah landasan riil dan konkrit yang dapat dimanfaatkan
dalam persaingan menghadapi globalisasi.
Untuk itulah perlu
difahami secara memadai makna empat pilar tersebut, sehingga kita dapat
memberikan penilaian secara tepat, arif dan bijaksana terhadap empat
pilar dimaksud, dan dapat menempatkan secara akurat dan proporsional
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berikut disampaikan
secara singkat (a) arti pilar, (b) pilar Pancasila, (c) pilar UUD 1945,
(d) pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia, (e) pilar Bhinneka Tunggal
Ika, serta (f) peran dan fungsi empat pilar dimaksud dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun sebelumnya, ada
baiknya bila kita merenung sejenak bahwa di atas empat pilar tersebut
terdapat pilar utama yakni Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945. Tanpa adanya pilar utama tersebut tidak akan
timbul adanya empat pilar dimaksud. Antara proklamasi kemerdekaan,
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dilukiskan secara indah dan nyata
dalam lambang negara Garuda Pancasila.
Sejak tahun 1951, bangsa
Indonesia, dengan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951, menetapkan
lambang negara bagi negara-bangsa yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945. Ketetapan tersebut dikukuhkan dengan perubahan UUD 1945
pasal 36A yang menyebutkan: ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Lambang negara Garuda Pancasila
mengandung konsep yang sangat esensial dan merupakan pendukung serta
mengikat pilar-pilar dimaksud. Burung Garuda yang memiliki 17 bulu pada
sayapnya, delapan bulu pada ekornya, 45 bulu pada leher dan 19 bulu pada
badan di bawah perisai, menggambarkan tanggal berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Perisai yang digantungkan di dada Garuda
menggambarkan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa
dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sementara itu Garuda mencengkeram
pita yang bertuliskan ”Bhinneka Tunggal ika,” menggambarkan
keanekaragaman komponen bangsa yang harus dihormati, didudukkan dengan
pantas dan dikelola dengan baik. Dengan demikian terjadilah suatu
kesatuan dalam pemahaman dan mendudukkan pilar-pilar tersebut dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa
Indonesia mengandung konsep dan prinsip yang sangat mendasar yakni
keinginan merdeka bangsa Indonesia dari segala macam penjajahan. Tidak
hanya merdeka atau bebas dari penjajahan fisik tetapi kebebasan dalam
makna yang sangat luas, bebas dalam mengemukakan pendapat, bebas dalam
beragama, bebas dari rasa takut, dan bebas dari segala macam bentuk
penjajahan modern. Konsep kebebasan ini yang mendasari pilar yang empat
dimaksud.
Makna Pilar
Pilar adalah tiang
penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki peran yang sangat sentral dan
menentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh akan berakibat
robohnya bangunan yang disangganya. Dalam bahasa Jawa tiang penyangga
bangunan atau rumah ini disebut ”soko”, bahkan bagi rumah jenis joglo,
yakni rumah yang atapnya menjulang tinggi terdapat empat soko di tengah
bangunan yang disebut soko guru. Soko guru ini sangat menentukan kokoh
dan kuatnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dari jenis
kayu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang yang
bertempat di rumah tersebut akan merasa nyaman, aman dan selamat dari
berbagai bencana dan gangguan.
Demikian pula halnya dengan
bangunan negara-bangsa, membutuhkan pilar atau soko guru yang merupakan
tiang penyangga yang kokoh agar rakyat yang mendiami akan merasa nyaman,
aman, tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam gangguan dan
bencana. Pilar bagi suatu negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau
belief system, atau philosophische grondslag, yang berisi konsep,
prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat negara-bangsa yang
bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan untuk dipergunakan sebagai
landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Seperti
halnya soko guru atau pilar bagi suatu rumah harus memenuhi syarat agar
dapat menjaga kokohnya bangunan sehingga mampu bertahan serta
menangkal segala macam ancaman dan gangguan, demikian pula halnya dengan
belief system yang dijadikan pilar bagi suatu negara-bangsa. Pilar yang
berupa belief system suatu negara-bangsa harus menjamin kokoh
berdirinya negara-bangsa, menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, dan
kenyamanan, serta mampu mengantar terwujudnya kesejahteraan dan
keadilan yang menjadi dambaan warga bangsa.
A. PILAR PANCASILA
Pilar
pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia adalah
Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar
bangsa Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat
dipertanggung jawabkan sehingga dapat diterima oleh seluruh warga
bangsa, mengapa bangsa Indonesia menetapkan Pancasila sebagai pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut alasannya.
Pilar
atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni
disamping kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang
disangganya. Misal bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan
dengan jenis dan kondisi bangunan. Kalau bangunan tersebut sederhana
tidak memerlukan tiang yang terlalu kuat, tetapi bila bangunan tersebut
merupakan bangunan permanen, konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang
berat, maka tiang penyangga harus disesuaikan dengan kondisi bangunan
dimaksud.
Demikian pula halnya dengan pilar atau tiang penyangga
suatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang
disangganya. Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara
yang besar, wilayahnya cukup luas seluas daratan Eropah yang terdiri
atas berpuluh negara, membentang dari barat ke timur dari Sabang sampai
Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote,
meliputi ribuan kilometer. Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia yang memiliki 17 000 pulau lebih, terdiri atas
berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat dan budaya, serta
memeluk berbagai agama dan keyakinan, maka belief system yang dijadikan
pilar harus sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut.
Pancasila
dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia yang
pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi
keanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia.
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar
yang terdapat pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut
oleh rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari berbagai agama,
sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan. Demikian juga dengan
sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan penghormatan
terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan
martabatnya, tidak hanya setara, tetapi juga secara adil dan beradab.
Pancasila menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun dalam
implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan berbangsa dan
bernegara ini adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, bukan untuk kesejahteraan perorangan atau golongan.
Nampak bahwa Pancasila sangat tepat sebagai pilar bagi negara-bangsa
yang pluralistik.
Pancasila sebagai salah satu pilar dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki konsep, prinsip dan nilai
yang merupakan kristalisasi dari belief system yang terdapat di seantero
wilayah Indonesia, sehingga memberikan jaminan kokoh kuatnya Pancasila
sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Negara
Indonesia adalah negara hukum, yang bermakna bahwa hukum harus dijunjung
tinggi dan ditegakkan. Setiap kegiatan dalam negara harus berdasar pada
hukum, dan setiap warganegara harus tunduk dan taat pada hukum. Perlu
kita sadari bahwa satu-satunya norma kehidupan yang diakui sah untuk
memaksa warganya adalah norma hukum, hal ini berarti bahwa aparat
pemerintah memiliki hak untuk memaksa, dan apabila perlu dengan
kekerasan, terhadap warganegara yang tidak mau tunduk dan tidak mematuhi
hukum. Memaksa adalah hak asasi aparat penyelenggara pemerintahan dalam
menegakkan hukum.
Suatu negara yang tidak mampu menegakkan
hukum akan mengundang terjadinya situasi yang disebut anarkhi. Sebagai
akibat warganegara berbuat dan bertindak bebas sesuka hati, tanpa
kendali, dengan berdalih menerapkan hak asasi, sehingga yang terjadi
adalah kekacauan demi kekacauan. Dewasa ini berkembang pendapat dalam
masyarakat, aparat yang dengan tegas menindak perbuatan warganegara yang
mengacau dinilai sebagai melanggar hak asasi manusia, bahkan sering
diberi predikat pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Kita perlu
sadar bahwa negara-bangsa Indonesia dewasa ini sedang dijadikan
bulan-bulanan dalam penerapan dan pembelaan hak asasi manusia.
Negara-bangsa Indonesia dibuat lemah tidak berdaya, sehingga kekuatan
luar akan dengan gampang untuk menghancurkannya. Untuk menangkal
pengaruh tersebut negara-bangsa Indonesia harus menjadi negara yang
kokoh, berpribadi, memiliki karakter dan jatidiri handal sehingga mampu
untuk menangkal segala gangguan.
Agar dalam penegakan hukum ini
tidak dituduh sebagai tindak sewenang-wenang, sesuka hati penguasa,
melanggar hak asasi manusia, diperlukan landasan yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dapat diterima oleh rakyat. Landasan tersebut
berupa cita hukum atau rechtsidee yang merupakan dasar filsafati yang
menjadi kesepakatan rakyat Indonesia. Pancasila sebagai cita hukum
mengejawantah dalam dasar negara, yang dijadikan acuan dalam menyusun
segala peraturan perundang-undangan. Pancasila merupakan common
denominator bangsa, kesepakatan bangsa, terbukti sejak tahun 1945
Pancasila selalu dicantumkan sebagai dasar negara. Pancasila dipandang
cocok dan mampu dijadikan landasan yang kokoh untuk berkiprahnya bangsa
Indonesia dalam menegakkan hukum, dalam menjamin terwujudnya keadilan.
http://4pilar-kehidupan-berbangsa.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar